Laut Bercerita

program

Film Program

20 October 2023 | 18:30 - 20:00

Laut Bercerita or The Sea Speaks His Name is a short film adapted from Leila S. Chudori’s 2017 novel. The film follows Biru Laut, a student and activist in Jakarta, abducted in March 1998 by four unidentified men. Blindfolded and beaten, he joins other political activists, enduring months of torture as captors seek information about the country’s student and political movements’ leaders. At home, Laut’s family prepares a special meal, anticipating his return, but he doesn’t appear. The film, presented in Bahasa Indonesia with English subtitles, poignantly explores political activism and personal sacrifice.

Directed by Pritagita Arianegara and produced by Gita Fara and Wisnu Darmawan, it debuted alongside the novel on 12 December 12 2017, in Institut Français d’Indonésie (IFI) Jakarta.

Presented in Indonesian with English subtitles.

Laut Bercerita atau The Sea Speaks His Name merupakan sebuah film pendek yang disadur dari novel Leila S. Chudori tahun 2017. Film ini mengikuti perjalanan Biru Laut, seorang mahasiswa dan aktivis di Jakarta, yang diculik pada Maret 1998 oleh empat lelaki tak dikenal. Dipukuli dalam keadaan mata tertutup, ia menjadi salah satu dari berbagai aktivis politik lainnya yang didera penyiksaan selama delapan bulan oleh para penculiknya, yang berusaha mencari keterangan tentang siapa gerangan yang memimpin pergerakan mahasiswa dan politik negeri tersebut. Di rumah, keluarga Laut selalu menyiapkan hidangan istimewa, menantikan Laut kembali, namun ia tidak kunjung muncul. Film ini, disajikan dalam bahasa Indonesia dengan subtitel bahasa Inggris, dengan pedih mendalami aktivisme politik dan pengorbanan pribadi.

Disutradarai oleh Pritagita Arianegara dan diproduksi oleh Gita Fara dan Wisnu Darmawan, film ini tayang perdana di acara peluncuran novel yang sama pada 12 Desember 2017, di Institut Français d’Indonésie (IFI) Jakarta.

Disajikan dalam bahasa Indonesia dengan subtitel bahasa Inggris.

Featuring

Leila S. Chudori, an Indonesian author and journalist, discovered her passion for writing short stories at a young age. She has written several notable books, including Malam Terakhir (1989), Nadira (2009), Pulang (Home, 2012), and Laut Bercerita (The Sea Speaks His Name, 2017). Pulang, or Home, has been translated into five languages and gained international recognition. The Sea Speaks His Name, a best-seller, has been published by Penguin Random House SEA. Leila’s literary works have received numerous awards, including the SEA Write Literary Awards in 2020, solidifying her position as a highly respected author.

Leila S. Chudori, seorang penulis dan wartawan Indonesia, menyadari bahwa ia mencintai dunia penulisan cerita pendek saat ia masih belia. Ia telah menulis beberapa karya-karya penting seperti Malam Terakhir (1989), Nadira (2009), Pulang (Home; 2012) dan Laut Bercerita (The Sea Speaks His Name; 2017). Pulang telah diterjemahkan ke dalam lima bahasa dan mendapatkan pengakuan internasional. The Speaks His Name, diterbitkan oleh Penguin Random House Asia Tenggara, laku terjual di kalangan pembaca berbahasa Inggris. Karya-karya sastra Leila telah mendapatkan berbagai penghargaan, termasuk SEA Write Literary Awards pada 2020, mengukuhkan kedudukannya sebagai penulis yang sangat dihormati.

See Speaker Details

John H. McGlynn, publisher and translator of Indonesian literature, has translated several dozen publications under his own name and, through the Lontar Foundation, which he co-founded in 1987, has ushered into print 250+ books on Indonesian language, literature, and culture. He has helped to shape the world view of Indonesian literature, almost single-handedly creating a canon of Indonesian literature in English.

John H. McGlynn, penerbit dan penerjemah sastra indonesia, telah menerjemahkan berbagai lusin penerbitan atas namanya sendiri dan, melalui Yayasan Lontar, yang ia dirikan dengan beberapa rekan pada 1987, telah menggiring lebih dari 250 buku mengenai bahasa, sastra dan budaya Indonesia ke dalam penerbitan. Ia telah membantu pembentukan pandangan dunia mengenai sastra Indonesia, nyaris menciptakan kanon sastra Indonesia dalam bahasa Inggris secara seorang diri.

See Speaker Details

Pritagita Arianegara is an accomplished Indonesian film director known for her work on the 2017 Sea Stories Short Film. She gained recognition with the feature film Salawaku, which premiered at the Tokyo International Film Festival in 2016. Arianegara’s talents extend to directing both films and series, including the notable project Mendua. Throughout her career, she has directed five feature films and five series, showcasing her expertise in the film industry.

Pritagita Arianegara adalah seorang sutradara film berprestasi yang dikenal atas karya-karyanya untuk 2017 Sea Stories Short Film. Ia mendapatkan pengakuan atas film feature-nya Salawaku, yang diputar perdana di Tokyo International Film Festival 2016. Arianegara memiliki bakat menyutradarai film dan serial, termasuk proyek Mendua yang terkenal. Sepanjang karirnya, ia telah menyutradarai lima film feature dan lima serial, menampilkan kepakarannya dalam industri film.

See Speaker Details

Gita Fara is a renowned Indonesian film producer. She started her filmmaking journey at Set Film after graduating from University of Indonesia. Over the years, she has produced four acclaimed feature films that have garnered international recognition. Notably, The Seen and Unseen by Kamila Andini, produced by Gita in 2017, received numerous international awards, including the Grand Prix Award at Berlinale's Generation K Plus. She also produced Nyai in 2015, which premiered at the Torino Film Festival, and her latest work, Before, Now and Then by Kamila Andini in 2022, premiered at the Berlin International Film Festival. This film won the Silver Bear for Best Supporting Performance, Best Film at the Asia Pacific Screen Awards 2022, and five Citra awards at the 2022 FFI, including Best Feature Film. Gita, an alumna of Talents Tokyo 2016, currently serves on the Committee for Festival Film Indonesia from 2021 to 2023.

Gita Fara adalah seorang produser film Indonesia ternama. Ia memulai perjalanannya membuat film di Set Film setelah lulus dari Universitas Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, ia telah memproduksi empat film feature yang mendapatkan pujian dan pengakuan mancanegara. Yang patut dicatat, The Seen and Unseen oleh Kamila Andini, diproduksi oleh Gita pada 2017, menerima berbagai penghargaan mancanegara, termasuk Grand Prix Award di Generation K Plus Berlinale. Ia juga memproduksi Nyai pada 2015, yang diputar perdana pada Torino Film Festival, dan karya terbarunya, Before, Now and Then oleh Kamila Andini pada 2022, diputar perdana di Berlin International Film Festival. Film ini memenangkan penghargaan Silver Bear untuk Best Supporting Performance, Best Film di Asia Pacific Screen Awards 2022, dan lima penghargaan Citra di FFI 2022, termasuk Best Feature Film. Gita, seorang lulusan Talents Tokyo 2016, kini menjabat sebagai anggota Dewan Festival Film Indonesia, dari 2021 hingga 2023.

See Speaker Details