Degayu: Against the Shore

Ahsania Aghnetta is a versatile Indonesian filmmaker. Since 2017, she has actively championed the cause of climate action and holds the distinction of being a Youth Climate Leader, trained by the 45th Vice President of the United States, Al Gore. Ahsania is a graduate of the Institute of Indonesian Arts and Culture in Bandung. Her latest creation, a 25-minute documentary titled Degayu: Against the Shore, showcases her innovative approach, blending Indonesian art with documentary filmmaking to convey the urgent message of climate awareness and action. The documentary sheds light on the severe impact of the climate crisis on coastal communities in Pekalongan, Central Java.

Ahsania Aghnetta adalah seorang pembuat film Indonesia serba bisa. Sejak 2017, ia telah giat menggalakkan gerakan tindakan iklim dan punya sebuah prestasi sebagai seorang Youth Climate Leader, dilatih oleh Wakil Presiden Amerika Serikat ke-45, Al Gore. Ahsania adalah lulusan dari Institut Seni dan Budaya Indonesia di Bandung. Karya terbarunya, sebuah dokumenter 25 menit berjudul Degayu: Against the Shore, menampilkan pendekatannya yang inovatif, menggabungkan seni Indonesia dengan pembuatan film dokumenter untuk menyammpaikan pesan mendesak mengenai kesadaran dan tindakan iklim. Dokumenter ini membantu kita memahami betapa parahnya dampak krisis iklim di Pekalongan, Jawa Tengah.

Hanna Astaranti is an Indonesian communication and engagement specialist at The Climate Reality Project Indonesia. She is deeply passionate about orchestrating projects and events through meticulous planning and firmly believes in the power of networking to forge connections. Hanna holds a sincere aspiration to make a meaningful impact on education and nature conservation. Presently residing in Bali, during her leisure time, you can often find her engaging in volunteer activities with various organizations or simply relaxing on the beach with her dog.

Hanna Astaranti adalah seorang spesialis komunikasi dan keterlibatan di The Climate Reality Project Indonesia. Dia sangat bersemangat dalam mengatur proyek dan acara melalui perencanaan yang cermat dan sangat percaya pada kekuatan jaringan untuk menjalin koneksi. Hanna memiliki cita-cita yang tulus untuk memberikan dampak yang berarti bagi pendidikan dan pelestarian alam. Saat ini tinggal di Bali, di waktu senggangnya, Hanna sering terlibat dalam kegiatan sukarela dengan berbagai organisasi atau sekadar bersantai di pantai bersama anjingnya.

Shri Yogi Lestari is a multidisciplinary Indonesian artist and musician who incorporates art into her way of life, engaging with people. She has collaborated with numerous prominent national musicians, dancers, filmmakers, and art performers. In 2018, she worked on four new songs: Car Je T’aime encore, Tu es ma vie, Jiwa, and Daud Bertasbih. The latter two were composed using traditional instruments like the Jimbe, Kecapi, and Saluang. Recently, she played a significant role in raising awareness of traditional music at the Yudha Asri Art Village in Banten, drawing national attention. As many as 1,110 people successfully performed the drum scraping, known as 'Bedug Kerok,' earning an award from the Indonesia World Records Museum.

Shri Yogi Lestari adalah seorang seniman lintas disiplin Indonesia dan musisi yang menjadikan seni sebagai jalan hidupnya, terlibat langsung dengan banyak orang. Ia telah bekerja sama dengan berbagai mussi, tarian, pembuat film, dan seniman pertunjukan. Pada 2018, ia telah menggarap empat lagu baru: Car Je T’aime encore, Tu es ma vie, Jiwa, dan Daud Bertasbih. Dua karya yang disebut belakangan digubah menggunakan alat musik tradisional seperti Jimbe, Kecapi dan Saluang. Baru-baru ini, ia memainkan peranan signifikan dalam meningkatkan kesadaran soal musik tradisional di Desa Seni Yudha Asri di Banten, yang menarik perhatian dalam skala nasional. Sebanyak 1,100 orang dengan berhasil menampilkan gesekan drum, dikenal sebagai 'Bedug Kerok,' mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia.