After assessing 647 submissions from across Indonesia, the 2025 Emerging Writers Program selected 10 authors to be published in the annual bilingual Anthology for the Festival. This year it is titled Stories from the Islands, and celebrates the vibrancy and multiplicity of Indonesia today. The program represents a long-standing and invaluable opportunity for emerging writers to have their work translated into English, opening otherwise closed doors to international opportunities. Join this lively conversation led by moderator Debra H. Yatim and hear from featured writer Annisa Ivana about what inspired her to pick up the pen, alongside one of the program’s curators Ni Made Purnama Sari, and its publisher, Vice President of Penguin SEA Nora Nazerene Abu Bakar.
Setelah menyeleksi 647 naskah dari seluruh Indonesia, Program Emerging Writers 2025 memilih 10 penulis untuk diterbitkan dalam Antologi dwibahasa tahunan Festival. Tahun ini, antologi tersebut berjudul Stories from the Islands dan merayakan semarak serta keberagaman Indonesia masa kini. Program ini merupakan kesempatan berharga yang telah lama dijalankan bagi penulis pemula untuk karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, membuka peluang internasional yang sebelumnya tertutup. Bergabunglah dalam diskusi seru yang dipandu moderator Debra H. Yatim, dan dengarkan penulis unggulan Annisa Ivana menceritakan inspirasi di balik pilihannya untuk menulis, bersama salah satu kurator program, Ni Made Purnama Sari, serta penerbitnya, Wakil Presiden Penguin SEA, Nora Nazerene Abu Bakar.
Annisa Ivana is from Jakarta and is a writer whose work spans several areas: fiction, reportage, and advertising writing. Outside of her busy schedule, he enjoys spending time imagining and exploring various places in Indonesia.
Annisa Ivana berasal dari Jakarta. Ia adalah penulis yang karyanya mencakup berbagai bidang: fiksi, reportase, hingga penulisan iklan. Di luar kesibukannya, ia senang meluangkan waktu untuk berimajinasi dan menjelajahi berbagai tempat di Indonesia.
Ni Made Purnama Sari is a Balinese writer and the author of two poetry collections Bali Borneo and Kawitan, and two novels Kalamata and Yang Menari dalam Bayangan Inang Mati. Her work has earned several literary awards and been featured at festivals in Melbourne, Paris, and India. Her poetry, which has been translated into English and French, reflects her deep engagement with the arts. Based in Yogyakarta, she manages programs at Bentara Budaya and remains active in the cultural scene. This year, she was appointed as one of the curators for the 2025 Festival’s Emerging Writers program.
Ni Made Purnama Sari adalah penulis asal Bali dan penulis dua kumpulan puisi Bali Borneo dan Kawitan, serta dua novel Kalamata dan Yang Menari dalam Bayangan Inang Mati. Karyanya telah meraih beberapa penghargaan sastra dan ditampilkan di festival-festival di Melbourne, Paris, dan India. Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Prancis. Ia tinggal di Yogyakarta, di mana ia mengelola program-program di Bentara Budaya dan tetap aktif dalam dunia seni dan sastra. Tahun ini, ia ditunjuk sebagai salah satu kurator program Emerging Writers di Festival 2025.
Nora Nazerene Abu Bakar is the Vice President and Publisher of Penguin Random House SEA, leading publishing in the region by giving diverse Southeast Asian voices a global platform. With two decades of experience, Nora launched the Southeast Asian Classics series, translating well-loved works like Tun Sri Lanang’s Sulalat al-Salatin and Lope K. Santos’ Banaag at Sikat. Under her leadership, works from authors such as SEA Write Award winners Leila S. Chudori, Uthis Haemamool, and Jadet Kamjornet have reached worldwide audiences. Prominent figures like Prime Ministers Tshering Tobgay and Anwar Ibrahim have published with Penguin SEA. Works on her list have won multiple awards and have been shortlisted for prestigious prizes.
Nora Nazerene Abu Bakar adalah Wakil Presiden sekaligus Penerbit di Penguin Random House SEA, memimpin penerbitan di kawasan ini dengan memberikan panggung global bagi beragam suara dari Asia Tenggara. Dengan pengalaman lebih dari dua dekade, ia meluncurkan seri Southeast Asian Classics yang menghadirkan terjemahan karya-karya ternama, seperti Sulalat al-Salatin karya Tun Sri Lanang dan Banaag at Sikat karya Lope K. Santos. Dalam masa kepemimpinannya, karya penulis seperti peraih SEA Write Award Leila S. Chudori, Uthis Haemamool, dan Jadet Kamjornet berhasil menjangkau pembaca di seluruh dunia. Tokoh terkemuka, termasuk Perdana Menteri Tshering Tobgay dan Anwar Ibrahim, juga menerbitkan karya mereka bersama Penguin SEA. Sejumlah karya dalam daftar terbitannya telah meraih berbagai penghargaan dan masuk nominasi ajang-ajang bergengsi.
Debra Yatim is an Indonesian activist, journalist, columnist, filmmaker, and founder of multiple organizations, including the Kalyanamitra Foundation, one of the oldest women’s nonprofits in Indonesia. She has published numerous poetry collections and translated short stories, longer fiction, poetry, and news articles. She is also active in theater and is currently working on a performance program for teenagers in Bulungan, North Kalimantan.
Debra Yatim adalah seorang aktivis, jurnalis, kolumnis, pembuat film, dan pendiri beberapa organisasi, termasuk Yayasan Kalyanamitra, salah satu lembaga non-profit perempuan tertua di Indonesia. Ia telah menerbitkan berbagai kumpulan puisi dan menerjemahkan cerita pendek, fiksi panjang, puisi, serta artikel berita. Debra juga aktif di dunia teater dan saat ini sedang mengerjakan program pertunjukan untuk remaja di Bulungan, Kalimantan Utara.
