Reclaiming Architecture as Sacred Code

Budiman Ong is an Indonesian designer-maker based in Bali, originally from Sumatra, and the founder and lead designer of the established lighting atelier Ong Cen Kuang, producing handmade sculptural pieces with distinct character and strong tactile qualities. His work, rooted in a deep appreciation for the inherent qualities of materials and craftsmanship, strives to create products that evoke emotion and connect deeply with those who experience them. He is also one of the Co-founders of Jia CURATED, an annual immersive event in Bali dedicated to craft, design, and culture, showcasing local talent and supporting the creative sector in Indonesia.

Budiman Ong adalah seorang desainer sekaligus perajin asal Indonesia yang berbasis di Bali dan berasal dari Sumatra. Ia merupakan pendiri sekaligus desainer utama di Ong Cen Kuang, sebuah atelier pencahayaan ternama yang menghasilkan karya-karya pahatan buatan tangan dengan karakter khas dan kualitas taktil yang kuat. Karyanya, yang berangkat dari kecintaan yang kuat terhadap kualitas alami material dan keterampilan tangan, berupaya menciptakan produk yang membangkitkan emosi dan menjalin hubungan erat dengan siapa pun yang mengalaminya. Ia juga merupakan salah satu Co-Founder Jia CURATED, sebuah acara tahunan di Bali yang bersifat imersif dan didedikasikan untuk kerajinan, desain, serta budaya, dengan tujuan menampilkan bakat lokal dan mendukung sektor kreatif di Indonesia.

Gacanti Swastika is the founder of Gacanti Swastika Architects, a Bali-based practice dedicated to soulful, context-driven architecture. Her work treats space as a living language, where design restores presence, harmony, and meaning. Rooted in Balinese cosmology and enriched by Human Design and Eastern metaphysics, she creates architecture that resonates beyond form — spaces that are both timeless and alive, connecting structure, spirit, and nature with depth and intention.

Gacanti Swastika adalah pendiri Gacanti Swastika Architects, sebuah praktik berbasis di Bali yang berdedikasi pada arsitektur yang menyentuh jiwa dan kontekstual. Karyanya memandang ruang sebagai bahasa yang hidup, di mana desain menghidupkan ruang, serta menghadirkan harmoni dan makna. Berakar pada kosmologi Bali dan diperkaya oleh Human Design serta metafisika Timur, ia menciptakan arsitektur yang beresonansi melampaui bentuk — ruang-ruang yang abadi sekaligus hidup, menghubungkan struktur, jiwa, dan alam dengan kesadaran dan tujuan.

Gede Maha Putra is an Indonesian lecturer in Architecture at Warmadewa University, Bali, with academic credentials from Oxford Brookes University, Erasmus University, and Udayana University. His research explores urban morphology, vernacular architecture, postcolonial urbanism, and transformations of place-identity in the era of global tourism, while critically reinterpreting Balinese cosmology, especially Tri Hita Karana, in contemporary architectural discourse. He has received international research grants from Arcadia-UK, World Resources Institute (WRI) Indonesia, and Fulbright, and published extensively in journals and books on Southeast Asian urban and architectural studies. Actively involved in heritage conservation and community-based design, he has contributed to forums including the International Conference on Indigenous Wisdom in the Contemporary World, Tsinghua Southeast Asia Center, and Jaringan Arsip Arsitektur Indonesia. He has earned awards such as Best Paper at international conferences and recognition for architectural design innovation by the Indonesian Institute of Architects (IAI).

Gede Maha Putra adalah dosen Arsitektur di Universitas Warmadewa, Bali, dengan latar akademik dari Oxford Brookes University, Erasmus University, dan Universitas Udayana. Penelitiannya berfokus pada morfologi kota, arsitektur vernakular, urbanisme pascakolonial, serta transformasi identitas tempat di era pariwisata global. Ia juga menginterpretasikan kembali kosmologi Bali, khususnya Tri Hita Karana, dalam wacana arsitektur kontemporer. Ia telah menerima hibah penelitian internasional dari Arcadia-UK, World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan Fulbright, serta aktif menulis di berbagai jurnal dan buku tentang studi perkotaan dan arsitektur Asia Tenggara. Selain itu, ia terlibat dalam pelestarian warisan budaya dan desain berbasis komunitas, serta berkontribusi dalam forum seperti International Conference on Indigenous Wisdom in the Contemporary World, Tsinghua Southeast Asia Center, dan Jaringan Arsip Arsitektur Indonesia. Prestasinya mencakup penghargaan Best Paper di konferensi internasional, serta pengakuan atas inovasi desain arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).