Closing Night Party

Fred Leone is a respected community leader, proudly representing his Australian Aboriginal, Tongan, and South-Sea Islander heritage with ancestral ties to the Garawa and Butchulla Tribes. A ground-breaking artist, Fred is a Butchulla Songman and language custodian, renowned for his original performances and recordings across various genres. He is the visionary behind QLD's only Indigenous-owned record label, Impossible Odds Records. With international acclaim, Fred has toured as a featured artist with the esteemed Black Arm Band in Canada, China, Malaysia, Brazil, the UK, and Australia, and presented solo theater works in the UK. A passionate advocate for Indigenous rights, Fred's influence extends to his roles in the Australian Live Music Business Council and the Indigenous Advisory Group for the National Indigenous Music Awards.

Fred Leone adalah seorang pemimpin komunitas yang dihormati, dengan bangga mewakili latar belakang Aboriginal, Tongan dan South-Sea Islander Australianya, dengan ikatan leluhur dengan suku Garawa dan Butchulla. Seorang seniman yang inovatif, Fred adalah seorang pemandu lagu Butchulla dan pelindung bahasa lokal, yang telah mendapat pengakuan atas penampilan-penampilan serta rekaman-rekamannya yang original melintasi beragam genre. Ia adalah visioner di balik label rekaman milik masyarakat adat bernama Impossible Odds Records. Dengan pengakuan internasional yang ia dapatkan, Fred telah tampil dengan Black Arm Band yang sangat dihargai di Kanada, Cina, Malaysia, Brazil, UK, dan Australia. Seorang advokat hak-hak masyarakat adat yang penuh semangat, pengaruh Fred juga meluas kepada peranannya dalam Australian Live Music Business Council dan Indigenous Advisory Group for the National Indigenous Music Awards.

White Swan, an Indonesian band from Denpasar, formed in 2016, featuring Sugeng Wisnusutha on vocals, Reza Mahaputra on guitars, Satriya Dana on bass, and Maha Wahyu on drums. The name White Swan was inspired by a soybean sauce bottle they found at a dining establishment after their first practice session. In Balinese wisdom, the white swan symbolizes a pure and virtuous heart capable of wise decisions, representing enduring power.

White Swan, sebuah band Indonesia dari Denpasar, didirikan pada 2016, menampilkan Sugeng Wisnusutha (vokal), Reza Mahaputra (gitar), Satriya Dana (bass) dan Maha Wahyu (drums). Nama White Swan terinspirasi oleh sebuah botol saus kecap yang mereka temukan di sebuah tempat makan-makan setelah sesi latihan pertama mereka. Dalam kebijaksanaan Bali, angsa putih menyimbolkan hati yang murni dan mulia yang mampu membuat keputusan bijaksana, mewakili sebuah kekuatan yang tak lekang waktu.

ANKER, short for Anti Kenakalan Remaja (Anti Juvenile Delinquency), was established in 1996 by Piter Zadrak Winetouw Koirewoa. It is situated in the Sorpus Complex in Sorong City, Southwest Papua. ANKER was founded in response to the rising problem of juvenile delinquency, including issues like alcohol abuse and family violence, within the local residential community. Local security forces were struggling to address these challenges effectively, prompting the formation of ANKER. This initiative aimed to empower local youth through activities like dance, singing, and music. Over time, ANKER's impact expanded beyond curbing delinquency, as they received invitations to perform in Sorong, Jayapura, and even outside of Papua. In Jayapura, ANKER merged with Relisa (Remaja Lingkaran Setan Abe) in Abepura. Today, it is a representation of both contemporary and traditional Papuan dance, particularly focusing on Sorong, as it continues to evolve and captivate audiences.

ANKER, singkatan dari Anti Kenakalan Remaja, didirikan pada 1996 oleh Piter Zadrak Winetouw Koirewoa. Pusat kegiatannya terletak di Sorpus Complex di kota Sorong, Papua Barat Daya. ANKER didirikan untuk menanggapi masalah kenakalan remaja, termasuk masalah-masalah seperti penyalahgunaan alkohol dan kekerasan keluarga, yang terjadi di dalam komunitas penduduk lokal. Para petugas keamanan lokal menemui kesulitan mengatasi tantangan-tantangan ini secara efektif, mendorong dibentuknya ANKER. Gagasan ini bertujuan memberdayakan para pemuda lokal melalui berbagai kegiatan seperti tarian, nyanyian, dan musik. Seiring berjalannya waktu, dampak ANKER telah meluas melebihi pengurangan kenakalan remaja, karena belakangan ini mereka menerima banyak undangan untuk tampil di Sorong, Jayapura, dan bahkan di luar Papua. Di Jayapura, ANKER bergabung dengan Relisa (Remaja Lingkaran Setan Abe) di Abepura. Kini, organisasi ini mewakili tarian Papua kontemporer dan tradisional, khususnya berfokus pada Sorong, sembari terus berevolusi dan memukau para penonton.