Obrolan Penulis Emerging Indonesia 2016: Dimas Indiana Senja

Posted: 21 September 2016 Author: sikuska

Teks oleh Putu Aruni Bayu

Di tahun 2016 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 16 penulis emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Ke-16 penulis emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Iswadi Pratama, dan Sonia Piscayanti. Mereka berhasil mengalahkan 894 penulis dari 201 kota di 33 provinsi Indonesia, tingginya angka tersebut menahbiskan seleksi tahun ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah seleksi.

UWRF menghadirkan seri “Obrolan Penulis Emerging Indonesia 2016”, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan tujuh pertanyaan kepada masing-masing penulis emerging tersebut sebagai bentuk pemanasan menjelang bulan Oktober mendatang. Kali ini Dimas Indiana Senja yang merupakan salah satu penerima penghargaan dari AG Publishing sebagai Juara I lomba baca puisi, akan berbincang bersama Putu Aruni.

uwrf16_authors_dimas-indiana-senja

Dari umur berapa Anda mulai menulis dan apa yang menginspirasi Anda ketika mulai menulis?

“Dari umur 21 tahun. Awalnya saya suka melukis (saat SMA), namun karena keterbatasan kondisi saat kuliah saya tidak bisa mengembangkan kesukaan saya terhadap seni lukis, maka pada saat kegalauan saya memuncak, saya menemukan puisi. Dan akhirnya saya sangat menyukai puisi, sebab bagi saya melukis dan menulis (dalam hal inj puisi) adalah sama-sama mencurahkan perasaan, hanya beda di media saja. Seiring erjalannya waktu, saya semakin mencintai puisi dan berkeinginan menjadi seorang panyair profesional, hingga pada akhirnya saya bisa menerbitkan buku dari puisi-puisi yang dimuat di berbagai media. Setelah puisi, saya belajar menulis cerpen dan esai, sekalipun pada akhirnya saya cenderung lebih suka menulis esai. Dari esai budaya, sastra, sosial, hingga pendidikan. Pun, dalam UWRF kali ini, karya saya yang lolos justru bukan puisi, melainkan esai.”

Kapan Anda pertama kali mendengar tentang Ubud Writers & Readers Festival?

“Saya mendengar adanya UWRF pada tahun 2012, setelah menerbitkan buku puisi pertama, bahkan saat itu sempat mengirimkan karya untik mengikuti seleksi.”

Apa judul tulisan yang Anda ikut sertakan di Seleksi Penulis Emerging Indonesia 2016 dan bisa ceritakan sedikit tentang tulisan tersebut?

“Esai saya yang lolos berjudul “Sastra yang Mencerdaskan”, tulisan saya ini berdasar pada apa yang dikatakan Horatius, bahwa sastra itu ‘dulce et utile’, menghibur dan memberikan nilai, atau dimensi kemanfaatan dalam bentuk pendidikan. Dalam esai ini saya menceritakan tentang seorang pemerhati pendidikan di sebuah daerah di Yogyakarta, dan yang menarik, yang membuat Sdr. Eko mendirikan “Kampus Jalanan” adalah inspirasi dari sebuah novel. Dalam kasus ini, terang sudah dimensi kemanfaatan dari sebuah bacaan. Yakni merasuknya ide ke dalam alam bawah sadar yang menggerakkan si pembaca untuk meniru atau membuat sebuah gerakan konkrit.”

Apa tema penulisan favorit Anda?

Tema cinta, religi, dan budaya.

Siapa penulis, pegiat, jurnalis, atau seniman yang ingin Anda ajak berbincang di UWRF 2016 pada bulan Oktober mendatang?

“Dewi Lestari dan Djenar Maesa Ayu.”

Pilih kopi atau teh?

“Teh.”

Comments are closed.