Obrolan Penulis Emerging Indonesia 2016: Deasy Tirayoh

Posted: 06 September 2016 Author: sikuska

Teks oleh Putu Aruni Bayu

Di tahun 2016 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 16 penulis emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Ke-16 penulis emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Iswadi Pratama, dan Sonia Piscayanti. Mereka berhasil mengalahkan 894 penulis dari 201 kota di 33 provinsi Indonesia, tingginya angka tersebut menahbiskan seleksi tahun ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah seleksi.

UWRF menghadirkan seri “Obrolan Penulis Emerging Indonesia 2016”, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan tujuh pertanyaan kepada masing-masing penulis emerging tersebut sebagai bentuk pemanasan menjelang bulan Oktober mendatang. Deasy Tirayoh, ibu dari dua orang anak, penyair, penulis naskah, dan cerita pendek, akan menjawab tujuh pertanyaan dari Putu Aruni.

UWRF16_Authors_Deasy-Tirayoh

Dari umur berapa Anda mulai menulis dan apa yang menginspirasi Anda ketika mulai menulis?

“Hobi menulis sebetulnya sejak SD, meski hanya untuk dikonsumsi sendiri dalam bentuk buku harian. Lantas serius menekuni dunia menulis untuk dipublikasikan justru setelah menikah (18 tahun). Yang menjadi inspirasi saat itu adalah Ayu Utami.”

Kapan Anda pertama kali mendengar tentang Ubud Writers & Readers Festival?

“Tahun 2011, seorang kawan di Facebook pernah menandai saya mengenai UWRF, sontak yang ada di benak saya adalah pertanyaan: “kapan ya saya bisa diundang ke sana?”. Sejak itu, saya terus belajar dan tekun berkarya. Lalu pada tahun 2015, saya memberanikan diri untuk mengikuti seleksi, meskipun gagal, namun saya tak surut semangat. Pada tahun berikutnya, saya mencoba lagi.”

Apa judul tulisan yang Anda ikut sertakan di Seleksi Penulis Emerging Indonesia 2016 dan bisa ceritakan sedikit tentang tulisan tersebut?

“Ada 8 cerpen yang belum dibukukan: Mass In B Minor, Udumbara, The Kiss, Pojok 9, Purnama di Atap Rumah, Bono Bino, Metamorfosis Ligo, Kongga. Serta sebuah buku antologi cerita mini bertajuk Tanda Seru di Tubuh.

Sedikit cerita tentang buku Tanda seru di Tubuh: buku yang berisikan 32 cerita mini dengan tema beragam itu adalah jejak kepenulisan saya yang bertitimangsa 2010-2015. Selama kurun waktu tersebut, di sela menulis karya lainnya saya gemar membuat cerita yang komposisinya lebih padat dari cerpen, tetapi berhubung media tidak menyediakan halaman untuk cerita mini, maka saya berinisiatif membukukannya secara indie.”

Apa tema penulisan favorit Anda?

“Saya menyukai tema apa saja, tapi untuk saat ini sedang tertarik pada tema yang bermuatan psikologi.”

Apa buku yang terakhir Anda baca?

“Brida oleh Paulo Coelho.”

Siapa penulis, pegiat, jurnalis, atau seniman yang ingin Anda ajak berbincang di UWRF 2016 pada bulan Oktober mendatang?

“Djenar Maesa Ayu.”

Pilih kopi atau teh?

“Kopi!”

 

Comments are closed.