Main Program | Understanding and Challenging Authoritarian Resurgence

There are growing concerns about the resurgence of autocracy and authoritarianism, often disguised as populist politics. Ultra-nationalist, racist, and xenophobic forces are eroding democratic pluralism and tolerance in many parts of the world. This trend isn’t limited to reactionary leaders; it has also become normalized within progressive politicians who have significantly expanded surveillance, curtailed civil liberties, and militarized borders, with little opposition. The fall of the Berlin Wall was meant to signal a clear triumph of liberalism over authoritarianism. However, today we’re witnessing the proliferation of walls, both figurative and physical. What has become of the promise of liberalism, and how can we prevent the erosion of democracy?

Banyak kekhawatiran perihal bangkitnya kembali rezim autokrat dan otoriter, seringkali berkedok politik populis. Berbagai kekuatan ultra nasionalis, rasis, dan xenofobik kian menggerus pluralisme dan toleransi di berbagai belahan dunia. Tren ini tidak hanya terbatas pada pemimpin reaksioner; kecenderungan ini juga telah merasuki banyak politisi progresif yang mulai memperluas kegiatan pengintaian mereka, menggerogoti hak-hak sipil, dan memperkuat militerisme di wilayah perbatasan, dengan oposisi yang lemah. Runtuhnya Tembok Berlin pada awalnya dimaknai sebagai pertanda kemenangan liberalisme atas otoritarianisme. Namun, kini kita menyaksikan semakin banyak tembok-tembok didirikan, dalam bentuk metaforis dan fisik. Apa yang telah terjadi pada janji liberalisme dan bagaimana kita dapat mencegah tergerusnya demokrasi.