Indonesia memiliki sejarah sastra yang panjang dengan sosok-sosok luar biasa, karya-karya yang tak lekang dimakan waktu, dan kisah-kisah yang tak habisnya dibahas. Kenali para #SosokSastra Indonesia melalui seri sosial media #UWRF ini dan biarkan diri Anda jatuh cinta dalam dunia sastra Indonesia.
Remy Sylado adalah nama pena dari Yapi Panda Abdiel Tambayong. Remy yang kini berusia 71 tahun memulai karirnya sebagai wartawan Tempo pada tahun 1965 dan telah mulai menulis novel, puisi, cerpen, dan banyak lainnya sejak berusian 18 tahun. Yang membuat karya Remy Sylado unik dan istimewa adalah gaya menulisnya yang selalu menggunakan bahasa Indonesia lama yang sudah jarang digunakan, sebagai bentuk pelestarian bahasa Indonesia.
Sebagai salah satu pelopor puisi mbeling atau puisi yang tidak terpaku pada kaidah-kaidah sastra kaku, Remy memandang bahwa tidak ada batasan dalam dunia sastra dan semua orang dapat menulis sastra. Karya-karya Remy yang paling terkenal adalah Ca Bau Kan, Kembang Jepun, serta Kerudung Merah Kirmizi yang menghantarkannya menerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2002. Remy bukan hanya penulis dan jurnalis, namun ia juga piawai dalam bidang seni lainnya seperti melukis dan drama.
Remy Sylado yang masih menulis dengan menggunakan mesin ketik ini sekarang hidup dan tinggal di kota Bandung, serta masih aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi Indonesia.