Di tahun 2016 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 16 penulis emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Ke-16 penulis emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Iswadi Pratama, dan Sonia Piscayanti. Mereka berhasil mengalahkan 894 penulis dari 201 kota di 33 provinsi Indonesia, tingginya angka tersebut menahbiskan seleksi tahun ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah seleksi.
UWRF menghadirkan seri “Obrolan Penulis Emerging Indonesia 2016”, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan tujuh pertanyaan kepada masing-masing penulis emerging tersebut sebagai bentuk pemanasan menjelang bulan Oktober mendatang. Kali ini Royyan Julian akan berbincang bersama Putu Aruni.
Dari umur berapa Anda mulai menulis dan apa yang menginspirasi Anda ketika mulai menulis?
“Saya serius menulis ketika telah duduk di bangku SMA. Kira-kira ketika berusia tujuh belas tahun.”
Kapan Anda pertama kali mendengar tentang Ubud Writers & Readers Festival?
“Saya mendengar tentang UWRF ketika masih kuliah di Malang.”
Apa judul tulisan yang Anda ikut sertakan di Seleksi Penulis Emerging Indonesia 2016 dan bisa ceritakan sedikit tentang tulisan tersebut?
“Buku yang saya sertakan dalam Seleksi Penulis Emerging Indonesia 2016 berjudul Tandak yang merupakan kumpulan cerpen. Buku tersebut memenangkan Sayembara Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur 2015; berisi lima belas cerpen yang berlatar kultur Madura.”
Apa tema penulisan favorit Anda?
“Saya menyukai hampir semua tema penulisan.”
Apa buku yang terakhir Anda baca?
“Buku terakhir yang saya baca adalah novel Namaku Merah karya Orhan Pamuk.
Siapa penulis, pegiat, jurnalis, atau seniman yang ingin Anda ajak berbincang di UWRF 2016 pada bulan Oktober mendatang?
“Leila S. Chudori.”
Pilih kopi atau teh?
“Kopi.”