Lebih Dekat dengan… Lala Bohang

Posted: 05 August 2019 Author: sikuska

Kami telah meluncurkan nama-nama pembicara tahap awal sejak 3 Juli lalu. Kami berbincang dengan penulis, seniman, dan pegiat ini untuk mengenal mereka lebih dekat sebelum mereka bergabung dengan kami pada bulan Oktober mendatang. Kali ini, kami berbincang dengan Lala Bohangseorang seniman visual yang bereksperimen dengan hal-hal yang tidak terlihat, dilarang, dan imajiner oleh masyarakat, termasuk dalam serial buku ilustrasinya The Book of Siblings.

Kapan dan apa yang membuat Anda mulai membuat ilustrasi?

Saya menggambar sejak usia balita sebelum dapat membaca, menulis, dan berbicara dengan baik. Jadi bisa dibilang gambar adalah bahasa pertama yang saya gunakan untuk berkomunikasi. Almarhum ayah saya adalah seorang arsitek dan salah satu memori masa kecil yang paling melekat adalah melihat beliau membuat komposisi garis dengan pena Rotring dan kertas kalkir di meja gambarnya yang besar. Hal itu sedikit banyak memantik saya untuk menggambar. Beliau juga mendedikasikan satu laci di meja kerjanya berisi kertas-kertas bekas untuk saya gambari. Setelahnya saya melakukan aktivitas menggambar hanya sebagai rekreasi semata. Keputusan untuk menjadikan aktivitas menggambar sebagai salah satu metode dalam menjalani hidup adalah sejak tahun 2009 dan lebih fokus lagi di tahun 2013.

Apa yang biasanya Anda lakukan jika sedang mengalami kebuntuan dalam berkarya?

Terus terang saya tidak menganggap kebuntuan dalam berkarya sebagai masalah karena menurut saya layaknya oksigen kebuntuan itu akan selalu ada, begitu juga jalan keluar dari kebuntuan selalu terhidang di depan mata. Kebuntuan justru pintu untuk membangun obsesi baru. Selama tidak malas eksplorasi, tidak malas mengambil jeda, tidak malas untuk merasa tidak nyaman, tidak malas mengganti lingkungan, dan tidak malas mencoba kemungkinan. Yang saya anggap masalah adalah kemalasan, karena kemalasan itu abadi. Saya rasa kita bisa bersepakat bahwa kemalasan adalah perang yang dihadapi oleh semua orang sekaligus aktivitas paling menyenangkan di muka bumi ini.

Menurut Anda, hal apa saja yang bisa memberi ‘nyawa’ dalam sebuah karya seni seperti lukisan dan ilustrasi?

Senang dengan istilah ‘nyawa’, karena saya percaya setiap karya memiliki semestanya sendiri dan merupakan makhluk hidup sama seperti kita. Karya tidak datang dari pembuatnya namun melalui pembuatnya. Nyawa terbentuk di proses pembentukan ketika pembuatnya merasakan emosi atau membayangkan nuansa tertentu di dalam kepalanya. Emosi dan nuansa yang abstrak itu dituangkan menjadi visual kasat mata melalui garis, komposisi, dan warna. Hal-hal abstrak ini adalah nyawa yang menemukan tubuhnya. Semakin jernih emosi dan nuansa ini ketika singgah di dalam diri pembuatnya maka semakin terasa nyawa sebuah karya.

Apa pencapaian tertinggi yang telah Anda peroleh selama Anda berkarya atau berproses selama ini?
Sulit menjawab pertanyaan seperti ini karena ketika saya menyelesaikan sebuah karya biasanya tidak lama kemudian saya memutuskan untuk tidak menyukainya. Jadi mungkin pencapaian tertinggi saya adalah karya yang belum saya buat. Jika kalimat ‘tertinggi’ diganti dengan ‘melegakan’ maka pencapaian paling melegakan adalah ketika saya memandang medium buku layaknya kanvas kosong yang dapat ditorehkan apapun oleh pembuatnya.

Adakah pesan yang ingin disampaikan untuk mereka yang berminat menjadi seorang ilustrator?
Tangan selalu lebih pandai daripada otak dan seperti otot mesti dilatih terus-menerus agar tetap berfungsi.

UWRF19 akan merayakan tema Karma. Apa makna Karma bagi Anda?
Karma dalam pandangan saya adalah seperti simbol kuno Ouroboros. Berputar dan mengulang pada poros yang sama. Dan tidak ada yang bisa lari darinya.

Apa saja isu dan topik yang ingin Anda eksplor selama UWRF19?
Kesadaran mengenai buku sebagai medium yang memiliki beberapa pintu untuk masuk, baik melalui penulis, tema, tulisan, desain grafis, dan elemen visual. Serta apa yang akan terjadi jika setiap pintu dieksekusi dengan baik dan penuh rencana. Saya juga sedang mulai melakukan pembacaan terhadap modernisasi cerita rakyat dan dongeng yang sudah diceritakan turun-temurun.

Manakah karya Anda yang paling Anda rekomendasikan untuk diketahui oleh mereka yang sebelumnya belum terlalu mengenal karya-karya Anda?
Karya yang saya rekomendasikan adalah karya terakhir saya The Book of Imaginary Beliefs yang terbit di bulan Februari 2019. Karena sebagai karya terakhir saya belum terlalu membencinya. Kisah-kisah yang saya sampaikan juga masih terasa dekat seputar kepercayaan sebagai hal yang tidak absolut, bersifat relatif, terus tumbuh, dan mengalami pergeseran seiring dengan pertumbuhan pemiliknya.

Adakah proyek atau karya terbaru yang sedang Anda kerjakan saat ini? Bisakah diceritakan sedikit kepada kami?
Saat ini saya sedang mengerjakan dua karya undangan untuk sebuah festival di Jakarta dan sebuah residensi site-specific di Yogyakarta. Seakan-akan belum cukup dibuat pusing dengan kedua hal tersebut saya juga sedang menyelesaikan sebuah koleksi kolaborasi yang akan segera rilis dan bersama Pear Press sedang menyiapkan beberapa buku yang akan diterbitkan sampai kuarter pertama tahun depan.

Website: http://lalabohang.com | Twitter: @lalabohang | Instagram: @lalabohang | Facebook Page: Lala Bohang

Ingin mendengar lebih banyak dari Lala Bohang? Datang ke perhelatan sastra, seni, dan budaya #UWRF19 pada tanggal 23-27 Oktober mendatang. Jangan lewatkan pengumuman pembicara lengkap kami pada pertengahan Agustus. 

Comments are closed.