Kenali Penulis Emerging Indonesia 2019: Lita Lestianti

Posted: 09 July 2019 Author: sikuska

Yayasan Mudra Swari Saraswati telah mengumumkan 5 nama pemenang Seleksi Penulis Emerging Indonesia untuk hadir di panggung perhelatan sastra Ubud Writers & Readers Festival pada bulan Oktober mendatang. Tim kurator Seleksi Penulis Emerging Indonesia tahun ini terdiri dari Leila S. Chudori, Warih Wisatsana, dan Putu Fajar Arcana. Ke-5 penulis emerging ini akan bergabung bersama para penulis, pegiat, dan kreator seni dari seluruh dunia. Karya-karyanya yang terpilih akan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan dibukukan dalam Antologi 2019.

UWRF menghadirkan seri Kenali Penulis Emerging Indonesia 2019. Kami telah melayangkan beberapa pertanyaan kepada masing-masing Penulis Emerging untuk mengenali diri dan karya mereka lebih jauh. Untuk membuka seri blog ini, kami mengajak Anda untuk mengenal Lita Lestianti dari Malang, Jawa Timur.

Bisa ceritakan sedikit tentang diri Anda?

Sejak lahir hingga remaja saya tinggal di beberapa kota di Kalimantan Timur, seperti Samarinda dan Balikpapan. Saya pindah ke Malang saat melanjutkan kuliah S1 Planologi. Sekarang tinggal di Waru, Sidoarjo, dan beberapa kali dalam sebulan pergi ke Malang.

Saya memiliki passion menulis fiksi sejak masih SD. Hanya saja baru aktif menulis fiksi setelah lulus S2 dan sejak menjadi anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Kota Malang. Sedangkan sejak kuliah saya suka menulis di blog sampai sekarang.

Karya saya yang merupakan hasil sayembara Bahan Bacaan Anak 2017 dan diterbitkan oleh Badan Bahasa Kemdikbud adalah Sahabat Kecil dari Pulau Cincin Api. Di tahun selanjutnya saya dipercaya lagi untuk menulis bahan bacaan anak yang berjudul Jelajah Pulau Borneo dan diterbitkan oleh Badan Bahasa Kemdikbud. Beberapa kali mengikuti workshop penulisan bersama Kompas, Litara (dalam bahasa Jawa) dan FLP yang bekerja sama dengan INOVASI.

Ceritakan momen saat Anda menerima kabar bahwa Anda merupakan salah satu penulis emerging terpilih UWRF19.

Saat itu saya mendapat email untuk konfirmasi nomor telepon mengingat nomor saya sudah hangus. Setelah mengkonfirmasi melalui email, kemudian saya dihubungi bahwa terpilih menjadi Penulis Emerging UWRF 2019. Saat itu saya sedang mengajak main anak saya. Jelas, saya sempat menahan nafas karena tidak menyangka bisa terpilih dari sekitar 1400-an peserta. Setelah dihubungi, badan saya sempat gemetar, rasanya saya tidak percaya. Sampai melihat pengumuman di website dan mendapatkan email ucapan selamat, saya baru sadar saya menjadi bagian dari UWRF 2019. MasyaAllah.

Apakah judul karya terpilih Anda dalam seleksi ini? Ceritakan kisah di balik proses penulisannya.

Judulnya Nyanyian Pilu Meo Oni yang Terdengar dari Hutan. Memang benar, untuk mendapatkan suatu ide dalam tulisan, kita harus sering-sering membaca. Suatu ketika saya membaca buku catatan perjalanan beberapa jurnalis ke Nusa Tenggara Timur. Saya akhirnya mengetahui kehidupan petani madu (Me Oni) dan beberapa ritual mereka saat memanen madu saat membaca buku itu. Saya pun terinspirasi sebuah kisah fiksi yang mengambil tokoh Meo Oni ini. Tak hanya dari buku itu, saya juga mencari informasi di media massa, blog, dan youtube tentang proses memanen madu para Meo Oni ini. Setelah informasi itu cukup, saya pun mulai berani menulis fiksinya. Setelah tulisan saya selesai pun saya meminta tolong teman saya, sebagai first reader, untuk mengritiknya. Ternyata memang masih banyak kekurangan dari sisi kelogisan cerita. Kemudian, saya pun merombaknya hampir 75% dari naskah awal. Setelah saya teramat yakin dengan naskah saya, mulai dari alur, karakter, twist, dan konflik, saya pun mengirimkannya untuk seleksi UWRF.

Siapa saja tokoh sastra atau orang yang menginspirasi dan memengaruhi gaya menulis Anda?

Ada banyak sebenarnya tokoh sastra yang menginspirasi saya. Namun, saya cukup menuliskan empat saja di sini, yaitu Agus Noer, Faisal Oddang, Mashdar Zainal, dan Dee Lestari.

Saya belajar dari tulisan Agus Noer yang selalu memberi pesan-pesan tanpa terkesan kaku dengan bahasa yang tidak terlalu susah bagi saya dan teknik bercerita yang menyenangkan. Tulisan-tulisan Faisal Oddang yang sangat mulus saat bercerita budaya dengan nuansa lokal yang kental cukup menginspirasi saya saat menulis cerpen tentang Meo Oni. Cerita pendek-cerita pendek dari Mashdar Zainal juga mengajarkan saya bagaimana mengolah ide menjadi sebuah cerita yang dibalut dengan imajinasi yang tak biasa namun menarik. Teknik bercerita dan gaya bahasa yang digunakan dalam karya Dee Lestari juga mempengaruhi saya dalam menulis.

Di mana dan kapan waktu favorit Anda untuk menulis?

Biasanya saya menulis saat anak-anak sedang tidur di malam hari sebelum saya tidur, tengah malam atau di sepertiga malam. Lokasinya bisa di mana saja.

Berkaitan dengan tema UWRF19 yaitu Karma, bagaimana Anda memaknai hal tersebut?

Yang saya tahu, karma itu ada pada ajaran agama Hindu. Sebuah hukum sebab-akibat yang ditimpakan seseorang yang hidup di dunia. Balasan itu ditimpakan di dunia bisa juga dalam konsep reinkarnasi.

Namun, dalam agama saya sendiri, Islam, hanya ada balasan bagi perilaku seorang hamba tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Jika kita berbuat baik sekecil apapun maka kita akan mendapat balasan kebaikan juga. Sebaliknya, jika kita berbuat kejahatan sekecil apapun kita akan mendapat balasan kejahatan juga. Jika tidak mendapat balasan di dunia, maka akan mendapat balasan di akhirat.

Buku apa yang selalu ingin Anda baca tetapi hingga saat ini belum juga Anda baca?

Aroma Karsa dari Dee Lestari.

Comments are closed.