Kenali Penulis Emerging Indonesia 2017: Seruni Unie

Posted: 21 September 2017 Author: sikuska

Di tahun 2017 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 15 Penulis Emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Selain itu, karya-karya yang terpilih akan diterjemahkan ke bahasa Inggris dan diterbitkan dalam buku Anthology 2017. Ke-15 Penulis Emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Leila S. Chudori, dan Warih Wisatsana. 

UWRF menghadirkan seri Kenali Penulis Emerging Indonesia 2017, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan beberapa pertanyaan kepada masing-masing Penulis Emerging tersebut untuk mengenali mereka dan karya mereka lebih jauh. Di hari Kamis ini kami mengajak Anda untuk mengenal Seruni Unie yang berasal dari Surakarta lebih jauh.

Bisa ceritakan sedikit tentang diri Anda?

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari diri saya. Hanya perempuan biasa, yang ingin meninggalkan tilas lewat tulisan. Dengan segala cinta dan benci, sebelum raga terkafani. Saya lahir dari keluarga sederhana. Cukup tamat SMK jurusan busana, tapi tak pernah tertarik dengan dunia menjahit. Sempat mencoba untuk kuliah, meski pada akhirnya drop out karena tak ada biaya. Ayah saya bernama Mino Mitro Wiyono. Almarhum adalah lelaki pendiam. Dan ibu bernama Temu, perempuan tangguh yang begitu mencintai anak-anaknya.

Apakah masih ingat momen di mana Anda menerima berita bahwa Anda terpilih sebagai salah satu dari 15 Penulis Emerging Indonesia 2017? Ceritakan pada kami.

Jumat sore ba’da Asar. Mata saya langsung membulat  begitu tahu ada panggilan tak terjawab dengan kode area Bali. Ingatan seketika meruncing, seiring jantung berdesir. Lalu dengan pulsa pas-pasan, saya menelpon balik. “Selamat ya, mbak terpilih menjadi salah satu Penulis Emerging Indonesia Ubud Writers & Readers Festival tahun ini. Sampai ketemu dan sekali lagi selamat.” ujar suara perempuan diseberang. “Alhamdulillah. Terimakasih mbak.” jawab saya bergetar. Antara percaya dan tidak. Ini mimpi yang selalu saya gadang di depan ibu dan sekarang saat doa terjawab, beliau tak menyaksikan. Tuhan memanggilnya setahun lalu.  Maka saya menikmati anugerah sore itu dengan pilu. Sejenak saya melakukan sujud syukur dengan air mata deras mengguyur.

Apa judul tulisan Anda yang terpilih? Dan apakah ada kisah di balik tulisan tersebut?

Rupanya kurator tertarik dengan puisi yang berjudul Roman Platonis dan Rahasia Ibu. Roman Platonis adalah cerita picisan yang sama sekali tak penting. Awalnya hanya iseng untuk mengiyakan kata hati. Hanya karena sering memergoki tatapan aneh dari lelaki, pegawai toko depan. Ironisnya, saya tergerak untuk mengabadikan kisah naif ini ke dalam puisi. Maka demikianlah sajak itu tercipta dan dimuat di Jawa Pos edisi Maret 2016. Di luar dugaan saya sendiri. Sedangkan Rahasia Ibu adalah puisi pesanan dari sebuah lembaga. Di mana melibatkan sejumlah Penyair, untuk terlibat didalamnya. Sama sekali tak ada moment spesial dibelakangnya. Selain honor yang memang cukup untuk traktir teman di tempat langganan.

Kapan pertama kali Anda mendengar tentang seleksi Penulis Emerging Indonesia?

Tahun 2011. Tetapi waktu itu saya belum tahu prosedur pengirimannya. Baru di tahun 2012, manakala seorang teman terpilih, di situ saya tergoda untuk pula berpartisipasi. Maka 2013, saat pengumuman UWRF dibuka, segera saya mengirim persyaratannya. Tetapi baru tahun 2017 ini keinginan tersebut terkabulkan.

Sudah berapa lama Anda menulis? Dan siapa yang menginspirasi Anda?

Sudah 16 tahun. Namun mengalami masa vakum sekitar delapan tahun, tepatnya 2004-2012, waktu itu sama sekali tak ada karya yang saya hasilkan. Baru semenjak ada Facebook, saya mulai bergairah lagi hingga sekarang. Namun perlu digaris bawahi, saya tidak menggantungkan hidup pada puisi, meskipun honor yang saya terima lebih tinggi dari gaji saya yang hanya seorang buruh. Sebab bagi saya puisi tak lebih dari hobi, di mana saya bisa menaklukkan sepi.

Banyak Penulis yang menginspirasi saya. Hampir semua Penulis fiksi Indonesia, saya jadikan panutan. Salah duanya Zarra Zetira dan Helvy Tiana Rosa.

Apakah asal muasal Anda turut berperan dalam tulisan-tulisan yang Anda hasilkan?

Bisa dikatakan begitu. Lahir di kota Bengawan membuat kesadaran bahwa ada garis Jawa di tubuh saya yang mesti di jaga. Salah satunya, dengan menyelipkan bahasa Jawa dalam karya-karya puisi saya.Beberapa kawan bilang, inilah karakter saya.

Beritahu kami di mana tempat favorit Anda untuk menulis di kota tempat Anda tinggal, dan apa alasannya?

Dimana ada momen menyentuh, disitu imajinasi luruh. Tak peduli sepi atau gaduh. Hanya saja tulisan itu tidak langsung saya tuangkan, tetapi saya endapkan di kepala. Jadi tempat favorit untuk mengeksekusi pengalaman dan rasa, ya di kamar. Ditemani secangkir kopi.

Apa yang ingin Anda lakukan dan lihat di UWRF17 bulan Oktober mendatang?

Atas rekomendasi teman (yang pernah diundang ke Ubud), saya diharapkan untuk mengisi workshop puisi dan saya pikir ini menarik.  Melihat keindahan ubud dari dekat, jelas menjadi harapan hangat.

Buku apa yang saat ini sedang Anda baca?

Alqur’an. Karena saya sedang belajar jadi hamba yang kaffah, yang kelak bertemu janah.

Apa saja yang ada di tas Anda saat ini?

Yang pasti dompet, pulpen, ponsel dan doa.

 

Comments are closed.