Di tahun 2017 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 15 Penulis Emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Selain itu, karya-karya yang terpilih akan diterjemahkan ke bahasa Inggris dan diterbitkan dalam buku Anthology 2017. Ke-15 Penulis Emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Leila S. Chudori, dan Warih Wisatsana.
UWRF menghadirkan seri Kenali Penulis Emerging Indonesia 2017, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan beberapa pertanyaan kepada masing-masing Penulis Emerging tersebut untuk mengenali mereka dan karya mereka lebih jauh. Di hari Kamis ini kami mengajak Anda untuk mengenal Rachmat Hidayat Mustamin yang berasal dari Makassar lebih jauh.
Bisa ceritakan sedikit tentang diri Anda?
Saya lahir di Pangkajene, Sidrap. Menyelesaikan kuliah di Universiti Kebangsaan Malaysia tahun 2014. Selain menulis puisi, juga senang menonton, dan membuat film.
Apakah masih ingat momen di mana Anda menerima berita bahwa Anda terpilih sebagai salah satu dari 15 Penulis Emerging Indonesia 2017? Ceritakan pada kami.
Waktu itu saya bersama adik tengah menonton film, lalu Panitia menelepon dan mengabarkan kalau saya terpilih sebagai salah satu dari 15 Penulis Emerging Ubud Writers and Readers Festival 2017. Awalnya tentu saja saya tidak percaya. Setelah ditelepon, saya selalu menyangka bahwa Panitia tersebut salah nama. Hingga akhirnya saya menerima email resmi dari tim penyelenggara. Tentu saja terpilih sebagai salah satu Penulis Emerging adalah sebuah kebahagiaan!
Apa judul tulisan Anda yang terpilih?
Mengamati Puisi dan Catatan Setelah Menyelami Banda Neira.
Kapan pertama kali Anda mendengar tentang seleksi Penulis Emerging Indonesia?
Waktu masih kuliah di Malaysia. Tapi pertama kali mengirimkan tulisan setelah diberitahu informasinya oleh Ibe S Palogai, yang juga terpilih sebagai Penulis Emerging tahun ini.
Sudah berapa lama Anda menulis? Dan siapa yang menginspirasi Anda?
Mulai serius menulis sejak kuliah. Yang menginspirasi saya adalah ulisan-tulisan Aan Mansyur, Joko Pinurbo, dan Afrizal Malna.
Apakah asal muasal Anda turut berperan dalam tulisan-tulisan yang Anda hasilkan?
Tentu saja. Pasti bakal bocor!
Beritahu kami di mana tempat favorit Anda untuk menulis di kota tempat Anda tinggal, dan apa alasannya?
Di tempat yang paling bising yang pernah saya datangi: kamar sendiri. Alasannya? Saya bisa bebas menulis dengan gaya apa saja!
Apa yang ingin Anda lakukan dan lihat di UWRF17 bulan Oktober mendatang?
Saya ingin lebih banyak melihat, mengamati, mendengarkan, dan mengalami peristiwa kebudayaan.
Buku apa yang saat ini sedang Anda baca?
Teks-Cacat Di Luar Tubuh Aktor karya Afrizal Malna.
Jika Anda harus terjebak di sebuah pulau terpencil hanya dengan satu buku, buku apakah itu?
Buku catatan saya.
Apa saja yang ada di tas Anda saat ini?
Buku puisi Merelakan Diri Terbakar karya saya sendiri, earphone, dompet, uang receh, tiket bioskop minggu lalu, buku puisi Melipat Jarak karya Pak Sapardi, dan struk minimarket bekas beli susu.