Kenali Penulis Emerging Indonesia 2017: Mohammad Isa Gautama

Posted: 10 October 2017 Author: sikuska

Di tahun 2017 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 15 Penulis Emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Selain itu, karya-karya yang terpilih akan diterjemahkan ke bahasa Inggris dan diterbitkan dalam buku Anthology 2017. Ke-15 Penulis Emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Leila S. Chudori, dan Warih Wisatsana. 

UWRF menghadirkan seri Kenali Penulis Emerging Indonesia 2017, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan beberapa pertanyaan kepada masing-masing Penulis Emerging tersebut untuk mengenali mereka dan karya mereka lebih jauh. Di hari Selasa ini kami mengajak Anda untuk mengenal Mohammad Isa Gautama yang berasal dari Padang, Sumatera Barat lebih jauh.

Bisa ceritakan sedikit tentang diri Anda?

Saya dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, dari orangtua pendidik. Ibu adalah pensiunan guru dan ayah adalah seorang Guru Besar di sebuah Universitas Negeri di Padang. Saya mulai menulis puisi sejak Sekolah Dasar, setelah membaca karya-karya Kriapur, Subagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad, dan Sapardi Djoko Damono. Tahun 2012-2015 saya bermukim di Hull, Inggris, dalam rangka tugas belajar. Sejak 2005 berkhidmat sebagai pengajar di jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. Seorang suami yang bagi Nicke Komala Sari, S.T, dan Abak yang ceria bagi Alandra Kamel Gautama (menjelang 9 tahun), dan Axelle Khairan Gautama (4 tahun).

Apakah masih ingat momen di mana Anda menerima berita bahwa Anda terpilih sebagai salah satu dari 15 Penulis Emerging Indonesia 2017? Ceritakan pada kami.

Saat itu hari Jumat. Saya masih di kantor jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial. Ada beberapa pekerjaan yang mesti saya tuntaskan yang hampir kelar, di saat ada panggilan telepon masuk, yang nomor pangkalnya tidak saya kenal. Ternyata yang menelepon mengaku sebagai panitia UWRF 2017, mengabarkan bahwa saya terpilih sebagai 15 Penulis Emerging yang akan diundang ke UWRF 2017, sekitar akhir Oktober nanti. Tentu saja saya surprised dan tidak menyangka. Saya bahkan hampir lupa pernah mengirim naskah untuk seleksi UWRF 2017, mungkin karena sudah agak lama, lebih kurang 5 atau 6 bulan sebelumnya saya kirim naskah-naskah itu. Jujur, saya gembira, sekaligus merasa tidak pantas. Ini keberuntungan bagi saya, mungkin juga sekaligus ‘berkah’ atas karir kepenulisan saya, terutama puisi, sejak 1988 lalu.

Apa judul tulisan Anda yang terpilih dan apakah ada kisah di baliknya?

Sebenarnya yang saya ingat hanyalah bahwa saya mengirimkan puluhan puisi yang saya tulis sejak awal karir menulis saya sampai periode 2016. Belakangan dari beberapa pemberitaan online saya mendapat informasi bahwa ada dua karya saya yang dianggap kuat dan menjadi alasan utama terpilihnya saya sebagai satu dari 15 penulis emerging UWRF 2017, yaitu dua buah puisi saya bertajuk Mimpi Alandra, dan Sajak Insomnia. Kedua puisi ini saya tulis berdasarkan kisah saya selama studi di Inggris, tepatnya di Hull. Sajak Mimpi Alandra berangkat dari kontemplasi saya atas kerinduan saya kepada Alandra Kamel Gautama, putri saya, saat ia ditinggal untuk sementara waktu di kurun Oktober 2012-Januari 2014 di Indonesia. Berbagai dinamika dan problematika domestik yang kami (saya dan keluarga kecil saya) selama hidup di Hull, Mei 2014-Juli 2015, sedikit banyak menginspirasi lahirnya sajak MA ini. Kadang saya tak kuasa menahan mata saya berkaca jika saya kembali ‘mematut’ penuh penghayatan puisi ini. Sementara puisi Sajak Insomnia, nyaris sama juga. Ini adalah buah dari kerinduan tak tertahan, di masa-masa didera insomnia akut di Hull, saat saya masih sendiri, belum membawa keluarga.

Kapan pertama kali Anda mendengar tentang seleksi Penulis Emerging Indonesia?

UWRF cukup populer di Padang dan Sumbar. Terbukti sejak di awal eksistensi UWRF nyaris selalu ada penulis dari Sumbar yang terpilih setiap tahun. Saya baru bisa ikut dan mengirim karya di kesempatan UWRF 2017 karena memang secara teknis punya kesempatan dan waktu yang khusus untuk itu. Tahun 2012-2015 saya sengaja tidak ikut karena masih di luar negeri. Sementara tahun 2016 kesempatan itu lewat begitu saja, bahkan sampai tidak terpikir untuk ikut, disebabkan berbagai kesibukan di akhir 2015-awal 2016. Untuk tahun-tahun sebelum 2012 saya juga sengaja tidak ikut karena saya yakin karya-karya saya belum pantas dan tidak akan mampu bersaing untuk diseleksi oleh tim juri ketika itu. Kesimpulannya, ini adalah keikutsertaan saya yang pertama, dan alhamdulillah terpilih (menang).

Sudah berapa lama Anda menulis? Dan siapa yang menginspirasi Anda?

Saya mulai berani menulis fiksi sejak 1988. Puisi adalah genre yang paling menarik perhatian saya, dan sekaligus yang pertama saya tulis. Dimulai dari kebiasaan menulis diary, rutin setiap hari, sejak kelas IV SD. Tahun 1988 adalah saat saya mulai duduk di kelas VI (sekolah saya di PPSP IKIP Padang, waktu itu SD hanya berdurasi 5 tahun, dari kelas IV, kalau naik kelas, langsung ke kelas VI). Sejak saat itu saya kerap ikut berbagai lomba penulisan puisi. Inspirasi saya adalah Chairil Anwar, Sapardi, Goenawan Mohamad, Kriapur, dan Subagio Sastrowardoyo, dan masih banyak lainnya.

Apakah asal muasal Anda turut berperan dalam tulisan-tulisan yang Anda hasilkan?

Asal muasal saya sangat memengaruhi proses kreatif saya, dan menjadi sumber kekuatan bagi kami para penulis muda di Sumbar.

Beritahu kami di mana tempat favorit Anda untuk menulis di kota tempat Anda tinggal, dan apa alasannya?

Kamar, di waktu malam hari, saat menjelang tidur, adalah tempat dan waktu yang paling tepat dan memungkinkan bagi saya untuk menulis.

Apa yang ingin Anda lakukan dan lihat di UWRF17 bulan Oktober mendatang?

Tentu saja ingin belajar, berdiskusi, menimba ilmu, berdialog dengan Sastrawan idola saya, Seno Gumira Ajidarma. Saya ingin melihat segala sesuatu yang bisa saya lihat selama di Ubud dan Bali, karena saya belum pernah ke sana, dan saya suka bertualang dan mendapatkan pengalaman baru di tempat baru.

Buku apa yang saat ini sedang Anda baca?

Haroun and the Sea of Stories oleh Salman Rushdie. Ini kali kedua saya baca novel ‘nakal-nakal cerdas’ ini.

Apa saja yang ada di tas Anda saat ini?

Laptop merk Dell keluaran 2013 beserta chargernya. Buku Agenda. Power bank. Kertas-kertas yang berkaitan dengan pekerjaan. Undangan-undangan bedah buku atau seminar yang berkaitan dengan pekerjaan dan bidang keilmuan saya (Studi Komunikasi dan Media). Rancangan Undangan rapat yang mesti saya beri approval sebelum ditandatangani bos saya. Pena beserta pena cadangan. Jika sudah lewat tengah hari: koran Kompas edisi terbaru.

Comments are closed.