Di tahun 2017 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 15 Penulis Emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Selain itu, karya-karya yang terpilih akan diterjemahkan ke bahasa Inggris dan diterbitkan dalam buku Anthology 2017. Ke-15 Penulis Emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Leila S. Chudori, dan Warih Wisatsana.
UWRF menghadirkan seri Kenali Penulis Emerging Indonesia 2017, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan beberapa pertanyaan kepada masing-masing Penulis Emerging tersebut untuk mengenali mereka dan karya mereka lebih jauh. Di hari Kamis ini kami mengajak Anda untuk mengenal Erich Langobelen yang berasal dari Maumere, Nusa Tenggara Timur lebih jauh.
Bisa ceritakan sedikit tentang diri Anda?
Saya dilahirkan pada 29 Januari 1994 di Lewoleba, Lembata, NTT dengan nama lengkapnya Gregorius Duli Langobelen. Nama pena saya Erich Langobelen. Sejak tahun 2013 saya terdaftar sebagai mahasiswa filsafat di STFK Ledalero, menetap di Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret, Maumere, NTT dan aktif bergiat dalam Komunitas Sastra Teater Tanya Ritapiret sebagai Penulis naskah maupun Sutradara. Saya juga pernah dipercayakan menjadi pemimpin redaksi merangkap pengampuh rubrik puisi Jurnal Sastra Linear yang diterbitkan oleh komunitas ini. Selain terlibat aktif dalam komunitas Teater Tanya, saya pun aktif dalam Komunitas KAHE Maumere, sebuah komunitas yang digagas bersama teman-temannya kaum muda di Kota maumere yang aktif bekerja dan berkreasi di bidang seni pada umumnya melingkupi sastra, seni musik, seni lukis, teater, dan lainnya. Di komunitas KAHE ini Saya dipercayakan sebagai pengampuh rubrik puisi Jurnal Sastra Dala E’la yang diterbitkan setiap bulan. Di kampus, bersama beberapa teman lain, saya dipercayakan sebagai pengurus Sie Sastrawi.
Apakah masih ingat momen di mana Anda menerima berita bahwa Anda terpilih sebagai salah satu dari 15 Penulis Emerging Indonesia 2017? Ceritakan pada kami.
Pada hari jumat tanggal 7 Juli, saya lagi duduk di beranda bersama keluarga sambil bercerita tentang ujian skripsi saya yang terjadi beberapa minggu sebelumnya. Saya ditelepon oleh salah satu panitia Ubud Writers and Readers Festival. Setelah beberapa menit percakapan saya pun diberitahukan bahwa saya terpilih menjadi 1 dari 15 penulis yang lolos seleksi dan diundang untuk mengikuti Ubud Writers and Readers Festival 2017. Saya sempat tak percaya sehingga respon saya yang pertama kali amat dingin, seperti percakapan yang biasa-biasa saja. Baru kemudian di akhir percakapan saya sendiri merasa kaget. Ya, sangat kaget. Saya baru sadar bahwa saya menjadi salah satu penulis yang lolos seleksi. Karena itu dengan spontan saya teriak sekeras-kerasnya.
Apa judul tulisan Anda yang terpilih?
Judul tulisan saya yang terpilih adalah Ruang Tunggu; Ia Ingin kali ini Tuhan tiba. Tapi Tuhan tak singgah. Di tepi ini. Sedih hanya sia-sia.
Kapan pertama kali Anda mendengar tentang seleksi Penulis Emerging Indonesia?
Saya petama kali mendengar tentang seleksi Penulis Emerging Indonesia di tahun 2014 tepatnya ketika saya mulai berkenalan dengan Mario F. Lawi.
Sudah berapa lama Anda menulis? Dan siapa yang menginspirasi Anda?
Usia kepenulisan saya baru 4 tahun terhitung sejak 2013. Beberapa orang yang menginspirasi tulisan saya ialah: Soebagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Nirwan Dewanto, dan Mario F. Lawi.
Apakah asal muasal Anda turut berperan dalam tulisan-tulisan yang Anda hasilkan?
Ya. Saya kira asal muasal saya turut berperan dalam tulisan-tulisan yang saya hasilkan. Misalnya, latar belakang budaya dan adat istiadat, topografi wilayah, iklim dan cuaca, serta kepercayaan iman yang tumbuh dalam keluarga yang kemudian dibesarkan dalam lingkungan seminari.
Beritahu kami di mana tempat favorit Anda untuk menulis di kota tempat Anda tinggal, dan apa alasannya?
Tempat favorit saya untuk menulis adalah di dalam kamar saya sendiri. Alasannya, bukan terutama agar saya tidak diganggu melainkan karena saya memiliki kecendrungan, yang barangkali sedikit aneh, yaitu menulis atau mengetik dalam posisi yang tak beraturan: kadang sambil tiduran dengan posisi kaki yang tidak sopan, kadang berdiri, kadang jongkok atau duduk di atas meja, dan lainnya. Kalau di tempat lain, amat sulit untuk berbuat hal yang sama.
Apa yang ingin Anda lakukan dan lihat di UWRF17 bulan Oktober mendatang?
Yang ingin saya lakukan dan lihat di UWRF17 bulan Oktober mendatang adalah selain memperkenalkan hasil karya saya kepada Indonesia dan dunia, saya juga ingin berkenalan dan belajar dari setiap peserta yang hadir terutama dari para senior yang telah lama bersungguh-sungguh memberi diri secara penuh dalan dunia kepenulisan dan seni pada umumnya. Sebab saya merasa bahwa saya belum ada apa-apanya dan masih harus belajar dan belajar lagi. Momen UWRF inilah momen yang amat pas untuk itu.
Apa saja yang ada di tas Anda saat ini?
Yang ada di tas saya saat ini adalah: 2 potong baju, 1 potong celana panjang, Agenda saku, Pensil, pulpen, headset kecil, dan 2 buku karya Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 10, dan 70 Puisi).