Di tahun 2017 Ubud Writers & Readers Festival menyeleksi 15 penulis emerging Indonesia untuk hadir dan tampil di panggung sastra internasional tersebut bersama penulis, pegiat, dan kreator seni terbesar dunia. Selain itu, karya-karya yang telah terpilih tersebut akan diterjemahkan ke bahasa Inggris dan diterbitkan dalam buku Anthology 2017. Ke-15 penulis emerging ini dipilih oleh tim kurasi yang terdiri dari Seno Gumira Ajidarma, Leila S. Chudori, dan Warih Wisatsana. Kar
UWRF menghadirkan seri “Kenali Penulis Emerging Indonesia 2017”, di mana blogger UWRF, Putu Aruni Bayu akan melayangkan beberapa pertanyaan kepada masing-masing penulis emerging tersebut untuk mengenali mereka dan karya mereka lebih jauh. Kali ini Bayu Pratama yang berasal dari Mataram, Nusa Tenggara Barat akan berbincang bersama Putu Aruni Bayu.
Bisa ceritakan sedikit tentang diri Anda?
Saya Lahir pada 2 Mei 1994 di sebuah kampung bernama Aiq Dewa di Lombok Timur sana. Sejak kecil, di umur empat tahun tepatnya, saya tidak tinggal bersama orang tua saya. Ayah saya menitipkan saya kepada kakak perempuannya, yang sampai sekarang saya panggil ‘ibu’ dan terasa seperti orang tua kandung saya melebihi orang tua kandung saya sendiri. Saya merasa, itupun kalau perasaan saya benar, hal itu membuat pencernaan saya kurang lancar. Saya tidak terlalu yakin apa hubungan semua itu. Tapi rasanya ada hubungannya. Saya sudah lulus kuliah, dari Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Mataram pada Oktober 2016. Sekarang saya bekerja sebagai pramuniaga alat elektronik di sebuah perusahaan yang malas saya sebutkan namanya. Sambil bekerja itu, masalah pencernaan saya masih sering datang, dan saya sedang mempersiapkan buku antologi cerita pertama saya yang rencananya akan diberi judul, “Benjor, Opera Sabun dan Cerita-cerita.”
Apakah masih ingat momen di mana Anda menerima berita bahwa Anda terpilih sebagai salah satu dari 15 Penulis Emerging Indonesia 2017? Ceritakan pada kami.
Hampir magrib di luar. Seseorang menelepon saya dengan nomor kantor. Dari kode area yang tertera saya tahu telepon yang masuk itu dari Bali. Ketika saya angkat, seorang wanita bertanya apakah benar saya adalah saya dan apakah benar saya mengikuti seleksi “emerging writers Indonesia.” Saya tidak tahu kalau Emerging writers Indonesia yang dimaksud adalah untuk acara UWRF, maka saya hanya mengeluarkan gumaman-gumaman yang dengan mudah dapat ditangkap sebagai ‘orang bingung’. Ketika dijelaskan dengan sedikit lebih terperinci, barulah saya sadar dan mengucap terimakasih sambil tersenyum. Saya yakin orang yang menelpon itu dapat membayangkan kalau saya mengatakan terimakasih sambil tersenyum. Tapi kemudian saya merasa, saya tersenyum karena tidak terlalu yakin apakah saya senang, kaget, heran, atau biasa saja.
Apa judul tulisan Anda yang terpilih? Dan apakah ada kisah di balik tulisan tersebut?
Kalau tulisan terpilih yang dimaksudkan itu tulisan yang akan diterjemahkan, berarti itu adalah cerita pendek saya berjudul “Rumah Jompo.” Saya lupa kapan saya menulis cerita itu, yang jelas tahun 2016. Tentang apa yang mendasari terciptanya karya itu, suatu hari saya menonton Carpool Karaoke band Red Hot Chili Peppers. Pada salah satu obrolan mereka, saya mendapatkan satu kilasan imajinasi yang saya sukai. Kilasan itu saya ambil dan saya campurkan dengan beberapa hal, termasuk tentang orang tua-orang tua invalid. Waktu itu saya ingat saya sedang kagum pada paman saya yang sudah sedemikian tuanya tanpa saya sadari.
Kapan pertama kali Anda mendengar tentang seleksi Penulis Emerging Indonesia?
Ketika saya sedang menjalani program residensi di Yogyakarta, seorang teman memberi tahu info tentang open call UWRF. Karena syaratnya gampang saja, maka saya mendaftar.
Sudah berapa lama Anda menulis?
Saya menulis sejak SMA. Menulis puisi-puisi tanggung yang tidak jelas juntrungannya apa. Kebiasaan itu berlanjut sampai ke bangku kuliah, di mana pada semester enam saya bergabung dengan komunitas Akarpohon. Di Akarpohon akhirnya saya tahu, saya tidak berbakat menulis puisi dan lebih berkeinginan menulis cerita. Maka sejak 2015 saya mulai menulis cerita-cerita sampai sekarang.
Siapa yang menginspirasi tulisan-tulisan Anda?
Paling pertama, saya menulis karena membaca beberapa sajak Chairil Anwar. Bagus sekali kata-kata yang dibuat orang ini, pikir saya –saya mengenal Chairil bukan dari film ‘Ada Apa Dengan Cinta’, tentu saja. Saya agak kesal membayangkan anda menuduh saya seperti itu, walaupun mungkin tidak. Belakangan saya mulai menjadi fans dari Budi Darma, Albert Camus, Salinger, Steinbeck, dan Mo Yan.
Apakah asal muasal Anda turut berperan dalam tulisan-tulisan yang Anda hasilkan?
Asal muasal daerah ya. Kalau di saya, tidak ada pengaruhnya. Saya besar di Mataram dan tidak pernah berkenalan dengan budaya atau apapun itu yang bisa merujuk ke istilah asal-muasal. Saya tidak merasa punya ikatan apa-apa pada lingkungan tempat saya tumbuh.
Beritahu kami di mana tempat favorit Anda untuk menulis di kota tempat Anda tinggal, dan apa alasannya?
Kamar saya, sendirian. Saya benci ditegur dan kurang suka menegur. Di kota tempat saya tinggal, seperti punya tanggung jawab moral. Karena itu harus dilakukan. Dan itu menyebalkan minta ampun.
Apa yang ingin Anda lakukan dan lihat di UWRF17 bulan Oktober mendatang?
Saya belum tahu. Saya jarang menyusun rencana secara detail.
Jika Anda harus terjebak di sebuah pulau terpencil hanya dengan satu buku, buku apakah itu?
Mungkin Al-Quran. Salah satu buku yang ingin saya baca tapi belum terlalu saya dekati samapi sekarang. Terjebak di satu pulau dengan satu buku akan jadi kesempatan baik yang memaksa saya untuk melaksanakan keinginan saya itu.
Buku apa yang saat ini sedang Anda baca?
IQ84 Haruki Murakami, Kronik Gladwaller J. D. Salinger terbitan JBS.
Apa saja yang ada di tas Anda saat ini?
Masker wajah dan Big Breasts and Wide Hips Mo Yan terbitan Serambi.
Bayu Pratama is appearing at the Ubud Writers & Readers Festival through the support of our Emerging Writers Patron Program. His patron, Wayan Juniarta, will provide support for his transport. accommodation, and the translation and publication of his work in the UWRF17 Bilingual Emerging Writers Anthology.
If you would like to get involved in this program, please click here for more information.