BOOK CLUB // MONICA PRESCELIA

Posted: 18 October 2017 Author: sikuska

Dengan rak buku kantor yang dipenuhi dengan tumpukan karya 150+ pembicara yang dipastikan untuk hadir di UWRF17, staf Festival tidak akan kekurangan inspirasi kesusastraan. Jadi, apa yang membuat mereka terjaga di malam hari, halaman demi halaman, menjelang acara tahun ini? Di seri terbaru kami, #UWRFBookClub, kami berbincang dengan tim Festival tentang penulis dan seniman utama. Minggu ini, kita akan berbincang dengan Marketing & Media Intern, Monica Prescelia.

KAN LUMÉ

Pembuat film, Kan Lumé yang berkaloborasi dengan salah satu director Indonesia, Djenar Maesa Ayu telah memenangkan banyak penghargaan. Salah satu filmnya adalah hUSh, yang bercerita tentang feminism adalah sebuah karya film yang menarik hati untuk ditonton. Penggambaran seorang perempuan dengan sebuah catatan hariannya yang menjadi tujuan film ini. Dalam plot film yang telah dibuat juga menarik perhatian saya karena sebuah kisah yang menyirat sastra untuk para penikmat film untuk lebih open minded dengan kehidupan di dunia ini. Peran seorang perempuan juga menyeret pemikiran orang-orang yang ‘kolot’ untuk sadar, karena kini sudah seharusnya masyarakat kini berbuat sesuatu demi perihal hak perempuan. Rasa penasaran membawa saya untuk mengetahui lebih jauh dengan Q&A bersama para directors yang akan diadakan di Film Screening UWRF17.

LULU LUTFI LABIBI

Festival tahun ini telah membawa Lulu Lutfi Labibi untuk hadir dari Yogyakarta ke Ubud, dengan membagikan ilmunya dalam mendesign pakaian siap pakai yang unik dan cantik dengan menggunakan cara tradisional, Tenun. Ini adalah salah satu alasan mengapa saya menjadikan Lulu sebagai bagian dari artist favorite di UWRF tahun ini. Sebagai misinya untuk membawa dan mempromosikan produk local ke kancah Internasional, sebagai bangsa Indonesia, itulah hal yang membuat saya sangat bangga dengan tujuannya dengan status yang masih muda. Apa saja hal yang akan ia ceritakan dan bagaimana kesulitannya dalam menggapai misi dan impiannya di dunia internasional? Dengan bangga, Festival akan memberikan sarana untuk Lulu untuk membagikan pengalamannya sebagai designer muda yang sudah terkenal ini.

DICKY SENDA

Timor – sebuah kata yang menggambarkan suatu daerah di Nusantara yang penuh dengan keragaman budaya, seperti seni, tarian, dan makanan. Dengan bangga, Dicky Senda akan membawakan budaya Timor masuk melalui sebuah kenangan makanan rumahan ke dalam Festival untuk mempromosikan rasa makanan Timor ini. Karena rasa makanan yang belum pernah saya nikmati, ini menjadi motivasi saya untuk tergambung dalam sekumpulan cerita dari Dicky di Kitchen Program UWRF17 dengan mempersilahkan pecinta makanan di manapun yang siap bergabung dengan hidangannya.

Comments are closed.